Posted on

Perbedaan Al Qur’an dengan Hadits

Definisi Al Qur’an

Kata Al Qur’an adalah kata benda dari asal kata “Qara a”, “Qira atan” wa Qur anan” yang artinya membaca. Dalam Al Qur’an sendiri istilah tersebut dipakai dalam surat Al Qiyamah 17-18. Akhirnya istilah tersebut dipakai untuk kitab suci kita. Bahkan nama itu termasuk paling populer dan yang paling banyak disebutkan didalam Al Qur’an. Selain dari itu, dipakai juga istilah Al Kitab yang berasal dari kata “Kataba” Yang artinya menulis.

Dibaca dan Ditulis

Sejak awal mulanya ia diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, maka kitab yang berisikan wahyu-wakyu Allah SWT itu dibaca dan ditulis. Bahkan metode inilah yang merupakan system paling efisien dan efektif dalam setiap pengajaran. Malaikat Jibril yang membacakan kepada Rasululah SAW, dan beliau memerintahkan sahabatnya untuk menulis. Rasulullah SAW membacakannya kepada Sahabat, dan mereka menuliskannya menurut imla yang didiktekan beliau. Dengan demikian maka kedua cara ini merupakan cara pemeliharaannya sepanjang masa.

Dibaca/dihapalkannya, maksudnya tidak boleh kita mempercayai bacaan atau hapalan seseorang kecuali kalau bacaan dan hafalannya itu sesuai dengan tulisan Al Qur’an yang ada di tengah-tengah kita ini. Sebaliknya, tulisan-tulisan Al Qur’an yang ada, boleh kita terima kalau ia sesuai dengan bacaan atau hafalan para huffadh dengan isnad yang mutawatir.

Hadits

Hadits dikategorikan menjadi dua macam, yaitu

a. Tauqifi

Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah s.a.w. dari wahyu. Lalu,ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini meskipunkandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih layak dinisbahkankepada Rasulullah s.a.w., sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.

b. Taufiqi

Yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah s.a.w. Menurut pemahamannya terhadap Alquran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Alquran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulan yang bersifat ijitihad ini diperkuat oleh wahyu jika ia benar. Dan, bila terdapat kesalahan di dalamnya, turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti

Sunnah Nabi

Ajaran Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah Al Qur’an, disamping tingkah laku, sikap dan ucapan nabi sendiri dipakai sebagai percontohan dan tauladan oleh ummatnya yang dalam istilahnya disebut “Sunnatur Rasul”. Tegasnya, sumber agama ada dua yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Yang kedua sebagai pelaksanaan dan penafsiran yang pertama. Yang Pertama sebagai dasar pedoman yang pokok. Karena sifatnya yang pokok ini, maka Al Qur’anlah sumber prinsipil dari seluruh ajaran Islam dan basis untuk seluruh aspek kehidupan sosial, agama dan Ilmu Pengetahuan.

Sunnah biasanya disebut juga hadits. Menurut harfiahnya, kata sunnah berarti adat istiadat, termasuk istiadat dikalangan arab pra Islam. Baik dalam persoalan Agama, Sosial maupun hukum. Mnurut definisinya, sunnah adalah setiap perkataan, perbuatan dan taqdir nabi. Tetapi ada yang berpendapat bahwa sunnah lain dengan hadits dan berbeda. Sunnah diartikan pada kenyataan yang berlaku pada masa Rasulullah SAW, atau yang telah menjadi tradisi masyarakat pada masa saat itu sebagai pedoman untuk melaksanakan masalah-masalah ubudiyah dan mu’amalah. Sedangkan hadits adalah keterangan-keterangan dari Rasulullah SAW.

Kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al Qur’an karena kedudukannya sebagai juru tafsirnya dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al Qur’an itu, baik menjelaskan ketentuan-ketentuan yang masih bersifat global, maupun membatasi keumumannya, atau menyusuli apa yang disebut oleh Al Qur’an. oleh karena itu dari satu segi sunnah dipandang sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri, karena kadang-kadang membawakan suatu hukum yang tidak disebut dalam Al Qur’an. tetapi yang jelas, ia tidak dapat berdiri sendiri sebab sifat korelasinya terhadap Al Qur’an. Dan yang perlu dijelaskan di sini adalah bahwa sunnah bukan Al Qur’an, tetapi tidak dapat dipisahkan.