Posted on Leave a comment

Empat Fenomena Sains dalam Al-Qur’an

Empat Fenomena Sains dalam Al-Qur’an

A.    Pengertian Sains

Sains berasal dari bahasa latin, yaitu scientia yang berarti (1) pengetahuan; (2) pengetahuan, pengertian, paham yang benar dan mendalam. Sains dalam bahasa Inggris dikenal sebagai science dan diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi sains.     

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sains adalah (1) ilmu pengetahuan pada umumnya; (2) pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; (3) pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Menurut Albert Einstein, sains adalah sebuah bentuk upaya atau kegiatan yang memungkinkan dari berbagai variasi atau pengalaman indrawi yang mampu membentuk sebuah sistem pemikiran atau pola pikir yang secara rasional seragam.

Menurut James Conan, sains adalah sebagai deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.

Menurut Trowbridge dan Bybee, sains disebut way of knowing. Sains adalah sebagai usaha mencari tahu suatu hal melalui proses tertentu, bertujuan mengembangkan pengetahuan.

Menurut Hardy dan Fleer, pengertian sains dapat dibedakan menjadi empat fungsi, yaitu (1) sains sebagai kumpulan pengetahuan, (2) sains sebagai suatu proses, (3) sains sebagai kumpulan nilai, (4) sains sebagai suatu cara untuk mengenal dunia.

Menurut Mariana dan Praginda, sains adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuiri dengan proses observasi (empiris) secara terus-menerus yang melibatkan operasi mental, dengan dilandasi sikap ingin tahu, keteguhan hati, ketekunan, dan dapat diuji kembali kebenarannya untuk mengungkapkan rahasia alam semesta.

Ilmu sains mempunyai perhatian terhadap pengamatan, pemikiran, dan perenungan.

Dalam buku Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadits Jilid 4, karakter atau ciri khas sains adalah observasi alam. Objek utama yang menjadi observasi alam atau pengamatan langsung sains adalah alam semesta. Alam semesta memang merupakan sebuah misteri yang hingga kini masih banyak menyisakan berbagai tanda tanya. Meskipun alam semesta merupakan fenomena yang konkrit, namun alam semesta bukanlah hal yang sederhana. Di dalamnya mengandung beragam unsur yang luar biasa kompleks.

Al-Qur’an tidak hanya membahas perkara akhlak dan ibadah individual hambanya, ilmu sains pun termaktub dalamnya.

Dalam buku Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an, ilmu sains dan Al-Qur’an memiliki hubungan yang sangat erat. Padahal, Al-Qur’an tidak diturunkan sebagai kitab ilmu kedokteran, ilmu falak (astronomi), atau ilmu-ilmu lainnya. Namun, para ilmuwan di berbagai bidang berhasil menyingkap mukjizat ilmiah Al-Qur’an.

Dalam buku Sains Berbasis Al-Qur’an, penalaran terhadap ayat Al-Qur’an akan menyadarkan manusia bahwa kitab tersebut adalah pesan langsung dari Allah dengan melakukan pengamatan atau “membaca” fenomena yang terjadi di alam ini ternyata sangat sesuai dengan pernyataan Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus: 101, yang artinya Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.

Dalam buku Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, makna dari ayat di atas adalah Allah memberi pengarahan kepada hamba-hambanya untuk berfikir tentang nikmat-nikmat-Nya dan dalam apa yang Allah ciptakan di langit dan di bumi dari ayat-ayat yang agung untuk orang-orang yang mempunyai akal. Yang di langit berupa bintang-bintang yang bersinar, yang tetap dan yang bergerak, matahari, bulan, malam dan siang, serta pergantian keduanya dan memasukkan yang satu ke dalam yang lain, hingga yang ini panjang dan yang ini pendek, kemudian memendekkan yang ini dan memanjangkan yang itu, meninggikan langit, membuatnya luas, indah, dan penuh hiasan.

B    Empat Fenomena Sains dalam Al-Qur’an

Allah akan memperlihatkan kepada hamba-hambanya di segenap penjuru dan satu darinya ialah melalui pengkajian-pengkajian sains, supaya menjadi jelas kepada manusia bahwa Al-Qur’an itu adalah satu kebenaran yang mutlak. Terdapat dari beberapa firman Allah yang menjelaskan tentang mukjizat Al-Qur’an berupa fenomena sains, tetapi penulis hanya mencantumkan empat fenomena sains dalam Al-Qur’an, diantaranya sebagai berikut.

1.     Big Bang                  

أَوَ لَمۡ يَرَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاَ أَنَّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ كَانَتَا رَتۡقٗا فَفَتَقۡنَٰهُمَاۖ وَجَعَلۡنَا مِنَ

 ٱلۡمَآءِ كُلَّ شَيۡءٍ حَيٍّۚ أَفَلَا يُؤۡمِنُونَ ٣٠

Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman? (QS Al-Anbiya: 30).

Secara padanan bahasa, kata “Kami” merupakan perwakilan dari kehendak Allah dan campur tangan unsur ciptaan-Nya atas perintah-Nya. Namun ketika redaksi Al-Qur’an menggunakan kata “Aku”, maka Allah menggunakan “tangan-Nya” sendiri dalam menciptakan sesuatu. Dalam ayat di atas, Allah menggunakan padanan “Kami” yang artinya terdapat beragam unsur yang mengiringi penciptaan tersebut.

Dalam buku Miracles of Al-Qur’an & As-Sunnah, fisikawan asal Rusia George Gamow menilai terdapat sekitar 100 miliar galaksi yang masing-masing memiliki rata-rata 100 miliar bintang. Tetapi jika ditarik ke belakang, semua benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya itu merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan ini meledak dengan ledakan besar dan dikenal sebagai teori ‘Big Bang’.

Menurut teori ‘Big Bang’, seluruh alam semesta pada awalnya berbentuk satu massa yang besar (Nebula Primer). Kemudian terjadi ‘Big Bang’ (Ledakan Pemisah Sekunder) yang mengakibatkan pembentukan galaksi. Kemudian, terbentuk dan terbagi dalam bentuk bintang-bintang, planet, matahari, bulan, dan lain-lain. Dari ledakan inilah dikenal dengan istilah teori the expanding universe.

Keabsahan teori ini bahkan diterima hampir seluruh ilmuwan sains modern hingga saat ini. Bahkan ilmuwan sains asal Inggris Stephen Hawking telah cukup lama menghabiskan masa hidupnya untuk meneliti tentang big bang dan black hole.

2.     Alam Semesta yang Semakin Berkembang

وَٱلسَّمَآءَ بَنَيۡنَٰهَا بِأَيۡيْدٖ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ ٤٧

Dan langit Kami bangun dengan tangan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskannya. (QS Az-Zariyat: 47).

Kata musi’un dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan memperluas dan ini mengacu pada penciptaan dan perluasan alam semesta.

Stephen Hawking dalam bukunya, A Brief History of Time menyebutkan, “Penemuan fakta ilmiah bahwa alam senantiasa berkembang adalah sebuah revolusi intelektual abad ke-20.”

Dalam buku Ensiklopedia Fisika 5, seorang astronom Amerika Serikat yang bernama Edwin Hubble pada tahun 1925 mempersembahkan sebuah bukti pengamatannya bahwa semua galaksi bergerak saling menjauhi antara satu dengan yang lain. Ia mengamati galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi, ia juga melihat jarak antara galaksi-galaksi berkembang setiap saat.

Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa alam semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Hasil observasi ini menimbulkan suatu pemikiran baru, bahwa alam semesta bermula dari suatu ledakan sangat besar pada suatu saat di masa lampau. Pada awalnya, terbentuknya alam semesta belum memiliki ukuran maupun usia. Ukuran dan usia masih dianggap dekat nol, berada pada kerapatan dan panas tidak terhingga kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengamatan tertentu, tidak terlalu lambat atau terlalu cepat. Sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, alam semesta terus mengembang tanpa kejadian-kejadian apapun.

Menurut teori ini, alam semesta secara keseluruhan terus mengembang dan mendingin. Berbagai macam energi yang ada di alam semesta ini juga ditelusuri berasal dari energi big bang, yaitu energi pada saat penciptaan.

3.     Garis Edar Tata Surya

وَهُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ كُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ ٣٣

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Al-Anbiya: 33).     

Dalam buku Miracles of Al-Qur’an & As-Sunnah, kata dalam bahasa Arab yang digunakan dalam ayat di atas adalah yasbahun. Kata yasbahu berasal dari kata sabaha. Kata ini mengandung makna gerakan yang muncul dari setiap tubuh yang bergerak. Jika kita gunakan kata ini untuk benda-benda langit termasuk matahari, ini bukan berarti matahari hanya terbang melewati ruang angkasa, tapi matahari pun berotasi dan berjalan mengelilingi ruang angkasa.

Dalam waktu yang lama, para filsuf Eropa dan ilmuwan meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta dan seluruh benda-benda langit termasuk matahari mengelilingi bumi. Di Barat, teori Geosentris (konsep yang meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta) sudah menjadi pemahaman yang lazim dari zaman Ptolemy (abad kedua sebelum masehi).

Pada tahun 1512, Nicholas Copernicus mengemukakan teori Heliosentris dalam konsep tata surya. Teori ini menegaskan bahwa matahari senantiasa bergerak sebagai pusat tata surya dengan planet-planet mengelilinginya.

Pada tahun 1609, ilmuwan Jerman Yohannus Keppler mengenalkan teori “Astronomia Nova”. Dalam teori ini ia menyimpulkan bahwa selain planet-planet bergerak mengelilingi matahari dalam garis orbit yang berbentuk elips, mereka juga berputar pada sumbu masing-masing dengan kecepatan yang tidak teratur. Penemuan teori ini menjadi alasan yang tidak dapat dipungkiri bagi para saintis Eropa untuk mengoreksi kembali mekanisme sistem dan matahari. Dimana posisi matahari sebagai pusat tata surya dan termasuk di dalamnya proses bergantinya siang dan malam.

Penelitian ini membuktikan bahwa akan muncul bintik-bintik pada matahari jika telah genap melakukan satu fase rotasi penuh yang memerlukan waktu 25 hari. Pada kenyataannya, matahari bergerak mengelilingi angkasa dengan kecepatan kira-kira 150 mil dan memakan waktu sekitar 200 juta tahun untuk menyelesaikan satu kali revolusi di sekitar galaksi Bimasakti.

4.     Pertemuan Dua Laut yang Airnya Tidak Menyatu             

مَرَجَ ٱلۡبَحۡرَيۡنِ يَلۡتَقِيَان ١٩بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٞ لَّا يَبۡغِيَان ٢٠

Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu, di antara keduanya ada batas yang dilampaui oleh masing-masing. (QS Ar-Rahman: 19-20).

Dalam buku Miracles of Al-Qur’an & As-Sunnah, kata barzakh berarti penghalang atau sekat. Penghalang di sini bukan sebuah sekat secara fisik. Sedangkan kata Arab, maraja, secara harfiah berarti mereka bertemu dan bercampur antara satu dengan yang lain. Al-Qur’an mampu menjelaskan dua makna berlawanan untuk dua macam air, yaitu mereka bertemu dan bercampur, pada saat yang sama ada penghalang juga di antara mereka.

Ilmu pengetahuan modern telah menemukan beberapa tempat di mana dua laut yang berbeda bertemu dan ada penghalang di antara keduanya. Penghalang ini membagi dua laut sehingga setiap lautan memiliki suhu, salinitas, dan kerapatan yang berbeda. Para ahli oseanologi kini bisa menjelaskan makna ayat ini. Ada sebuah penghalang gaib di antara dua laut, di mana air dalam satu lautan tidak bercampur dengan yang lain.

Tetapi, ketika air dari satu laut memasuki laut lain, air itu akan kehilangan ciri khas karakteristik dan menjadi homogen dengan air lainnya. Dengan demikian, penghalang berfungsi sebagai tempat penyeragaman transisi untuk dua macam perairan. Fenomena ilmiah yang disebutkan Al-Qur’an ini juga dikonfirmasi oleh Dr. William Hay seorang ilmuwan laut ternama dan profesor ilmu geologi di Universitas Colorado, AS.

Fenomena ini terjadi di beberapa tempat, salah satunya adalah Laut Mediterania dan laut Atlantik di Selat Gibraltar.

Berdasarkan empat fenomena sains yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, dalam buku Islam dan Sains dalam Kajian Epistemologi Tafsir Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an tidak hanya mementingkan ilmu akherat atau ilmu-ilmu ritual semata, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan duniawi termasuk di dalamnya ilmu alam (dan ilmu sosial) untuk kepentingan hidup di alam realitas ini sebagai khalifah atau pelaksana tatanan hidup di bumi dan di alam raya ini.

Najla Safura Naqibah

Tinggalkan Balasan