Posted on Leave a comment

Makna Rezeki dan Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki)

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Hud: 61)

Al-Qari berkata, “Ar-Razzaq artinya Pencipta rezeki berikut sarana-sarana (asbab) untuk mendapatkannya. Sedangkan rezeki (ar-rizqu) adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan, baik yang hukumnya mubah maupun yang dilarang (mahzhur).

Pandangan orang-orang Mu’tazilah yang mengatakan bahwa rezeki adalah sesuatu yang dimiliki adalah cacat dan tidak sesuai dengan logika berpikir yang sehat (rancu). Hal ini dapat dipandang dari dua segi.

Pertama: karena segala sesuatu selain Allah adalah milik- Nya dan bukan rezeki-Nya.

Kedua: karena Allah-lah yang mengatur rezeki semua

makhluk, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا ومُسْتَوْدَعَهَا كُل في كِتَبٍ مُّبِينٍ (3)

Imam Al-Qusyairi berpendapat, “Barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Maha Pemberi rezeki, maka ia akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Zat yang dituju, lalu ia akan berusaha mendekatkan dirinya (taqarrub) kepada Allah dengan selalu bertawakal kepada-Nya.”

Tentang salah satu asma Allah, Ar-Razzaq, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan, “Sesungguhnya Allah memiliki nama Ar-Razzaq sebelum Dia menciptakan langit dan burni. Sedangkan Ar-Razaq menuntut adanya yang diberi rezeki. Jadi, jika ia telah menciptakan para makhluk, Dia harus memberi rezeki kepada mereka.”

Dalam Lisanul ‘Arab, Ibnu Manzhur mengatakan, “Ar- Razzaq adalah Zat yang memberikan rezeki kepada seluruh makhluk. Adapun rezeki terbagi menjadi dua, yakni rezeki lahir, seperti makanan pokok dan rezeki batin, seperti ilmu pengetahuan. Jadi, seperti halnya makanan, ilmu juga merupakan rezeki.”

Allah Berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” (Adz- Dzariyat: 56-57)

Allah adalah Ar-Razzaq, yang telah membagikan rezeki kepada burung di angkasa raya, kepada ikan di dasar lautan, dan kepada binatang buas di tengah hutan belantara, dan Allah telah menetapkan rezeki bagi mereka. Tidak ada satu makhluk melata pun di muka bumi ini kecuali Allah telah menjamin rezekinya.

Salah seorang ulama pernah ditanya, “Dari mana kamu bisa makan?”

Ia menjawab, “Saya bisa makan dari Zat yang menciptakan geraham untuk mengunyah dan melembutkan makanan serta Zat yang membuat bibir, Dialah Pencipta rezeki.”

Pada saat yang lain, Abu Usaid pernah ditanya, “Dari mana kamu bisa makan?”

la menjawab, “Subhânallâh, Mahasuci Allah, Allâhu Akbar. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada anjing. Maka, mana mungkin Dia tidak memberikan rezeki kepada Abu Usaid.”

Hatim Al-Asham pun pernah ditanya dengan pertanyaan serupa.

Maka, ia menjawab, “Saya bisa makan dari sisi Allah.”

la ditanya lagi, “Apakah Allah menurunkan untukmu dinar dan dirham dari langit?”

Ia menjawab, “Apakah kamu mengira Allah hanya memiliki langit saja? Bukankah langit dan bumi, semuanya milik Allah. Dengan demikian, jika rezekiku tidak datang dari langit, maka pastilah ia akan datang dari bumi.”

Lalu ia melantunkan nasyid;

Tidak selayaknya aku takut miskin, Padahal Allah yang memberi rezeki kepadaku Sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada makhluk-Nya saat susah dan senang
Rezeki mereka seluruhnya ada dalam jaminan-Nya Biawak di padang sahara, dan ikan di lautan.

Allah berfirman:

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Hud: 6).

Ibnu Katsir berkata, “Allah memberitakan kepada manusia bahwa Dia menjamin rezeki semua makhluk-Nya Binatang melata, baik kecil maupun besar, dan juga binatang hidup didaratan maupun dilautan. Dia juga Maha Mengetahui tempat kembali dan beristirahatnya. Artinya dia Mahatahu tempat tinggal makhluk tersebut di muka bumi dan Mahatahu kapan dia akan kembali ke tempat tinggalnya (akhirat).

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

“Maka demi Rabb langit dan bumi, Sesungguhnya yang lijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)…” (Adz Dzâriyat: 23)

Imam Al-Ashmai berkisah, “Suatu ketika, saya datang dari masjid Bashrah. Tiba-tiba seorang Arab badui yang berwatak keras dengan mengendarai anak untanya turun dari atas tempat duduknya dengan menyelempangkan pedangnya dan memegang busurnya. Dia mendekati dan menyalamiku, lalu bertanya, “Dari mana Anda, wahai Tuan?”

Saya menjawab, “Saya dari Bani Ashmai.”

Lalu la bertanya lagi, “Apakah Anda Al-Ashmai?” Saya menjawab, “Iya, betul.”

la bertanya kembali, “Dari mana kamu barusan?”

“Dari tempat dibacakannya Kalam Ar-Rahman (Al- Qur’an),” Jawabku.

Ia berkata, “Apakah Ar-Rahman memiliki kalam (perkataan) yang dapat dibaca oleh manusia?”

Saya jawab, “Iya betul”

Lalu dia berkata, “Dapatkah kamu membacakan sebagiannya kepadaku?”

Saya pun membacakan ayat:

وَالذَّرِيَتِ ذَرْوا )

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu,” (Adz- Dzâriyat: 1) sampai pada ayat:

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzâriyat: 22)

Lalu ia menghentikan bacaan saya seraya berkata “Cukuplah, wahai Al-Ashmai!” Kemudian ia berdiri, lalu menyembelih untanya. Kemudian ia memotong-motong daging dan kulitnya, seraya berkata, “Aku akan membagikannya.”

Lalu kami membagikannya kepada orang yang lalu lalang di tempat itu. Setelah itu, ia mematahkan pedang serta busurnya dan meletakkannya di bawah kantung pelana untanya,. Lalu ia pergi menuju pegunungan, sambi membacakan ayat:

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzâriyat: 22).

Pada tahun berikutnya, saya melaksanakan ibadah haji bersama Khalifah Ar-Rasyid. Ketika thawaf, tiba-tiba saya mendengar suara lirih dibelakang. Saya pun segera menengok ke arah suara tersebut. Ternyata, itu adalah suara seorang Arab gunung yang bertubuh kurus kering.

la mengucapkan salam dan memegang tanganku, lalu berkata, “Bacakanlah kepadaku kalam Ar-Rahman,” sambil mempersilakan saya duduk di belakang Maqam Ibrahim. Saya pun membacakan surat Adz-Dzâriyat sampai ayat 22:

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22).

Seorang Arab gunung itu berkata, “Apa yang telah dijanjikan Ar-Rahman (Allah) tersebut adalah benar dan saya telah mendapatkan dan membuktikannya. Adakah ayat lain selain ini?”

Saya menjawab, “Ya, ada. Allah berfirman:

“Maka demi Rabb langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (Adz-Dzariyat: 23)”

Lalu ia berteriak dan berkata, “Oh, Mahasuci Allah. Siapa yang telah membuat Allah Al-Jalil marah, hingga Dia bersumpah seperti itu. Mengapa mereka tidak membenarkan kalam-Nya, sampai-sampai mereka harus memaksa-Nya bersumpah.” la pun mengulang-ulang perkataannya itu hingga tiga kali.

Dalam riwayat lain diceritakan, terdapat sekelompok orang Arab gunung yang tengah menanam tanaman. Tiba- tiba tanaman tersebut tertimpa bencana, sehingga mereka bersedih. Lalu, seorang wanita keluar dan berkata, “Mengapa kalian menundukkan kepala kalian (karena sedih), dan hati kalian merasa sempit. Padahal, Rabb kita adalah Allah yang Maha Mengetahui perihal kita. Dia yang memberikan rezeki kepada kita kapan saja dan dimana saja.”

dikutip dari buku Rahasia Lapang Rejeki Karangan Shalahuddin Ass